Hati Yang Dipersembahkan Kepada Allah – Sinclair B. Ferguson

Dikutip dari buku:
HATI YANG DIPERSEMBAHKAN KEPADA ALLAH
(A Heart for God)

Oleh: Sinclair B. Ferguson
Penerjemah: Hendry Ongkowidjojo
Diterbitkan oleh: Momentum Christian Literature, Surabaya.
Hak Cipta terbitan bahasa Indonesia pada Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature).

Cetakan pertama, November 2002.


Halaman 1-11

BERTUMBUH DALAM PENGENALAN AKAN ALLAH

        Apakah hal yang paling penting di dunia bagi setiap orang Kristen? Hal yang paling penting bagi orang Kristen selama berada di dalam dunia ialah bertumbuh dalam pengenalan akan Allah.

        Pengenalan akan Allah adalah pusat dari keselamatan kita dan dari semua pengalaman kerohanian kita yang benar. Kita diciptakan untuk mengenal Allah. Dalam Alkitab, pengenalan akan Allah hampir setara dengan keselamatan itu sendiri. Yesus sendiri berkata bahwa hidup yang kekal atau keselamatan berarti pengenalan akan Allah, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh. 17:3). Menjadi seorang Kristen bukanlah pengalaman yang tanpa otak, tetapi mencakup pula hikmat dan pengertian. Menjadi seorang Kristen berarti sebuah hubungan yang begitu dekat dan intim dengan Allah Pencipta Langit dan Bumi.

        Yang melatarbelakangi perkataan Yesus di atas ialah janji yang sudah diberikan oleh Allah beberapa abad sebelumnya. Hal ini dapat kita lihat dari Yeremia 24:7 yang berbunyi, “Aku akan memberi mereka suatu hati untuk mengenal Aku, yaitu bahwa Akulah TUHAN.” Dan penggenapan dari apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh janji itu dapat kita lihat pada bagian selanjutnya dari kitab Yeremia, “Tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudara-saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua besar kecil, akan mengenal Aku” (Yer. 31:34). Nabi Yesaya juga berkata kepada kita bahwa pengenalan akan Allah akan menandai pemerintahan Sang Penebus yang dijanjikan, Yesus Kristus. “Sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya” (Yes. 11:9). Alangkah indahnya! Ini semua meringkaskan apa yang Alkitab mau katakan mengenai maksud kedatangan Yesus: Memungkinkan kita untuk mengenal Allah.

        Pengenalan akan Allah merupakan pusat bagi semua pengertian yang benar dalam hidup Kekristenan kita. Seseorang mungkin dapat menjadi Kristen dan tetap tidak mengerti akan banyak hal di dunia ini. Tetapi adalah mustahil bagi seseorang untuk menjadi Kristen tanpa mengetahui apa-apa tentang Allah. Pada puncaknya, Amsal 9:10 mengatakan, “Mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian.” Meski hari ini kita telah berhasil membuat terobosan ilmu pengetahuan, akan tetapi pengalaman kita akan Allah mungkin begitu sedikit hari ini. Itulah sebabnya masa kita ini begitu diwarnai oleh kelangkaan pengertian, apresiasi, dan pengertian yang sangat sempit akan waktu.

        Alkitab berulang kali mengajarkan bahwa pengenalan akan Allah merupakan pencegahan yang ampuh terhadap dosa. Yesaya membagikan hal ini ketika ia meratapi bangsa Israel dan pemberontakannya. Ia mengatakan, “Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya” (Yes. 1:3). Akar penyebab dari kemerosotan rohaniah mereka ialah kurangnya pengenalan akan Allah.

        Ketika seseorang mengenal Allah dan bertumbuh dalam hubungan yang akrab dengan-Nya, maka hidupnya akan ditandai dengan integritas dan ia akan dapat dipercaya. Apa yang ada di bibirnya akan sama dengan apa yang ada di hatinya. Singkatnya, hidupnya akan kudus. Tetapi zaman ini terlalu takut terhadap kekudusan. Bahkan gereja pun mulai takut terhadap kekudusan. Dan hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan kita. Mengapa? Karena “kadar” pengenalan kita akan-Nya begitu kurang dari yang semestinya. Bila kita sungguh mengenal Dia, maka itu akan secara otomatis tercermin dalam kehidupan kita.

        Pengenalan akan Allah penting pula bagi pertumbuhan kita. Di bagian pembukaan suratnya yang kedua, Rasul Petrus membicarakan hal yang sangat menentukan ini. Dia mendesak rekan-rekannya supaya bertumbuh secara rohani dan berharap agar mereka dilimpahi kasih karunia dan damai sejahtera “melalui pengenalan akan Allah.” Dia berkata kepada mereka bahwa kuasa Allah telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang kita perlukan untuk menjalani hidup ini sebagai orang Kristen, yaitu melalui pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib (2Ptr. 1:2-3). Rasul Paulus juga mengemukakan hal yang sama ketika ia menulis surat kepada jemaat Kolose. Bertumbuh, mempunyai kaitan khusus dengan “bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah” (Kol. 1:10).

        Kesalahan kita ialah kita sering menetapkan aturan main sendiri tentang bagaimana seharusnya kehidupan Kristen itu. Betapa beraninya kita! Padahal Allah sudah berkata bahwa jika kita mau bertumbuh sebagai orang Kristen, maka pertama-tama kita harus bertumbuh dalam pengenalan akan Allah.

Pengenalan akan Allah merupakan hak istimewa kita yang terbesar. Coba dengarkan lagi apa yang Yeremia katakan, “Beginilah firman TUHAN: ‘Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN'” (Yer. 9:23-24). Pernyataan ini keluar dari orang yang sama yang sebelumnya berkata, “Sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata …” (Yer. 9:1). Yeremia bukanlah teolog atau penulis menara gading! Di sini kita melihat seorang yang begitu berduka oleh karena pemberontakan bangsanya, yang melihat segala sesuatu melalui mata seorang yang terasing dari segala macam pergaulan, kecuali dalam pergaulan dengan Allah. Ia tidak berhenti di permukaan, tetapi terus menuju pada pokok permasalahannya. Tak ada gunanya kita memiliki segala bijaksana dunia, atau keperkasaan seorang pria, atau kekayaan, atau ketenaran atau apa pun juga, jika semua itu tidak disertai dengan pengenalan akan Allah. Dengan tegas Yeremia menurunkan segala hal yang oleh kebanyakan kita “diimpikan siang-malam” itu, pada posisi yang seharusnya (pada tempat yang benar-benar bawah). Hidup hanya benar-benar layak untuk dibanggakan jika pusatnya adalah pengenalan akan Allah, yang mengontrol segenap aspirasi kita. Inilah hal yang layak untuk dimegahkan.

        Apakah yang Anda dan saya bangga-banggakan? Apakah yang selalu menjadi topik pembicaraan kita dan yang memenuhi hati dan pikiran. Pernahkah kita sadar bahwa pengenalan akan Allah merupakan harta terpendam yang paling berharga dan merupakan hak istimewa terbesar yang bisa kita miliki? Jika belum, maka kita begitu picik dalam hal rohani. Kita telah menjual hak asasi kita sebagai orang Kristen demi “semangkuk sup kacang merah,” dan pengalaman sejati yang seharusnya kita nikmati sebagai orang Kristen akan menjadi begitu dangkal, “aneh-aneh” dan keluar dari “rel” yang telah ditetapkan bagi kita.

        Malangnya, banyak aspek dari kehidupan Kristen kita benar-benar sudah terjangkit “rabun” rohani yang kronis. Hal ini tempak jelas dalam kehidupan kita sehari-hari, dalam hubungan kita dengan sesama, dalam begitu minimnya dampak yang dapat kita berikan pada dunia, dan mungkin yang paling nyata; dalam penyembahan kita. Inilah yang Yeremia lihat pada masa itu! Tidak heran ia begitu deras mencucurkan air mata, tidak heran ia harus bertarung melawan depresi, karena ia begitu terbeban dengan bangsanya. Ia tidak pernah mampu mengecam mereka tanpa ia sendiri menjadi begitu “hancur hati.”

        Seberapa sensitifnya Anda terhadap hal ini? Mengenal Allah adalah satu-satunya hak istimewa Anda sebagai orang Kristen dan yang akan menuntun Anda ke hal-hal penting lainnya. Akan tetapi, apakah hal pengenalan akan Allah sudah mengambil tempat utama di dalam hati dan pikiran Anda?

Di saat kita melihat kembali apa yang tertulis oleh Yeremia, maka kita sulit memungkiri bahwa kita sudah menjadi korban dari kelicikan zaman di mana kita hidup sekarang ini. Selama beberapa tahun Gereja sudah dipenuhi dengan berbagai “topik hangat” dan terlibat di dalam kebutuhan-kebutuhan mendesak lain yang seharusnya tidak boleh ditempatkan sebagai prioritas utama. Berbagai konferensi dan seminar yang diadakan serta buku-buku yang ditulis berkenaan dengan “kebutuhan vital” itu, telah mengambil tempat utama dan mengatur agenda gereja dan orang Kristen. Dan yang dilalaikan justru ialah perhatian terhadap Allah sendiri. Dan di saat-saat langka bilamana kelalaian itu tidak terjadi, kita menyikapinya seolah-olah sesuatu yang tidak pada tempatnya sedang terjadi. Akibatnya, kita mendefinisikan ulang arti kehidupan Kristen dan hidup yang kekal seturut dengan “isu-isu yang ada.” Kita tidak lagi mendengar seruan Tuhan Yesus ketika Ia berkata bahwa kehidupan Kristen dan hidup yang kekal berarti pengenalan akan Allah.

        Apakah yang terkandung di dalam “Pengenalan akan Allah”? Ungkapan ini muncul di dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat Kolose. Isi dari doa Paulus ini memberikan kepada kita dasar tentang bagaimana bertumbuh dalam pengenalan akan Allah.

Sebab itu sejak waktu kami mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu. Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna, sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah, dan dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar. Kolose 1:9-11

Dalam bagian ini Paulus memberikan “Empat Hukum Fundamental” yang membuat kita bertumbuh dalam pengenalan akan Allah.

 

 

HUKUM PERTAMA

Hanya Allah yang merupakan penulis dari pengenalan kita akan diri-Nya.

Salah seorang penulis besar di awal Kekristenan yang bernama Hilary of Poitiers (315-368 M) menggemakan kebenaran ini, “Satu-satunya saksi yang sah untuk menyatakan siapakah Allah itu sebenarnya ialah Allah sendiri.” Hanya Allah yang dapat memberikan kepada kita pengenalan akan Allah yang benar dan dapat dipercaya. Allah harus mengenalkan diri-Nya sendiri. Inilah alasannya mengapa Paulus tidak memberikan kiat-kiat praktis kepada jemaat Kolose agar mereka beroleh pengenalan yang benar akan Allah. Yang dilakukan Paulus ialah berdoa bagi mereka dan meminta Allah sendiri untuk mengajar mereka.

        Inilah kebenaran yang membuat kita merendahkan diri. Inilah saya, dengan semua pengetahuan dan pendidikan yang saya miliki, saya mengetahui begitu banyak hal! Tetapi, di hadapan Allah saya hanyalah seorang pemula yang bergantung penuh pada ajaran dan tuntunan Roh Kudus. Di tempat lain Paulus mengatakan bahwa hanya Roh Kuduslah yang menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah (1Kor. 2:10-11). Hal yang mengagumkan dari kesaksian dan pelayanan-Nya di dalam kita ialah menyingkapkan hati Bapa kepada kita. “Kita tidak menerima roh dunia [yang tidak memiliki kemungkinan untuk mengenal dan mengasihi Allah],” tulis Paulus, “tetapi Roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita” (1Kor. 2:12).

        Pekerjaan Roh Kudus juga dikonfirmasikan dalam permohonan Paulus yang lain. Dia berdoa untuk jemaat Efesus (dan karena surat Efesus merupakan surat edaran, maka sah jika kita mengasumsikan bahwa di dalamnya Paulus juga berdoa bagi semua anak Allah), “[Aku] meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar” (Ef. 1:17).

        Pengenalan yang benar akan Allah tidak didapat dari buku (walaupun itu mungkin membantu kita) dan bukanlah dipelajari dari bangku seminari (walaupun seminari dapat mendorong kita). Pengenalan akan Allah juga bukan sekadar menambah informasi akan Allah (walaupun itu mungkin dapat mestimulasi kita). Inti sebenarnya bukan itu! Pengenalan akan Allah adalah pengenalan secara pribadi, karena yang akan kita kenal ialah Allah yang berpribadi. Hal ini hanya bisa ditemukan oleh mereka yang memiliki kerinduan untuk mengenal Allah dengan bergantung sepenuhnya kepada-Nya, dan yang memohon agar Roh Kudus memimpin pada kebenaran yang sejati. Dalam Yeremia 29:13 Allah berjanji, “Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati.” Jika kita meminta, kita akan menerima; jika kita mencari, kita akan mendapati; jika kita mengetuk, pintu pengenalan akan Allah akan dibukakan bagi kita.

 

 

HUKUM KEDUA

Pengenalan akan Allah mencakup hikmat dan pengertian rohani.

        Kebenaran kedua ini tampak pada doa Paulus bagi jemaat Kolose. Paulus menyatakan bahwa hikmat dan pengertian merupakan karakter dari Mesias (Yes. 11:2), yaitu sebagai Pribadi yang dipenuhi oleh Roh Allah. Sebenarnya, dalam tingkat yang lebih rendah, kualitas ini merupakan tanda bagi setiap orang yang “diurapi oleh Roh Kudus” (yang sebenarnya merupakan padanan kata dari mesias). Contohnya Daniel, yang seluruh hidupnya mencerminkan pengenalan akan Allah, digambarkan sebagai seorang yang penuh dengan hikmat dan pengertian (Bacalah Dan. 2:14-30 dan 5:12).

        Akan tetapi, bagaimana kita bisa memiliki hikmat dan kebijaksanaan seperti itu? Dengan sarana apa (kalau ada) Roh Kudus menghasilkannya? Jawabannya begitu sederhana: Ia memakai Firman Allah, yang juga adalah Firman-Nya yang hidup!

        Ilustrasi dalam kitab Yesaya begitu indah tetapi begitu sering terlewatkan. Ilustrasi ini menggambarkan dengan jelas hidup, penderitaan, dan kesaksian Hamba Allah. Apakah yang menjadi  rahasia kehidupan-Nya? Inilah kesaksiannya:

Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Yesaya 50:4-5

Sungguh-sungguh mendengarkan suara Allah akan menghasilkan pengenalan akan Allah dan memperlengkapi kita untuk mengajar orang lain dan memberi mereka makanan rohani.

        Lalu, di manakah kita dapat mendengar suara itu? Suara itu dapat kita dengar di dalam Alkitab, dan melalui ketekunan kita menyelidiki isi pikiran Allah yang dinyatakan di dalamnya. Di dalam Alkitablah kita mengerti apa yang Allah mau katakan tentang diri-Nya sendiri, tentang kita, tentang alam semesta ini, dan apa yang Allah ingin kita ketahui untuk melayani Dia. Alkitab dapat diumpamakan sebagai museum dengan Roh Kudus sebagai Kepala Museum yang membawa kita berkeliling untuk melihat hikmat yang luar biasa dari Sang Pencipta langit dan bumi. Untuk dapat bertumbuh dalam pengenalan akan Allah, tidak ada bahan pengganti bagi disiplin pribadi kita di dalam menyelidiki, membaca, dan merenungkan Alkitab. Kita tidak mungkin mengabaikan Buku Pegangan yang Allah sudah berikan bagi kita dan kemudian berharap bahwa kita dapat mengenal-Nya melalui cara kita sendiri. Satu-satunya allah yang dapat kita kenal dengan jalan kita sendiri ialah allah hasil imajinasi kita sendiri.

        Fakta bahwa kita perlu memelihara firman Allah dan tinggal di dalamnya (Yoh 15:7), menggarisbawahi pentingnya hukum ketiga yang kita temukan dalam surat Paulus kepada jemaat Kolose.

 

 

HUKUM KETIGA

Pengenalan akan Allah menuntut kesabaran dan ketekunan.

        Paulus mengakui bahwa barangsiapa yang ingin bertumbuh di dalam pengenalan akan Allah, mereka butuh “dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya” sehingga mereka dimungkinkan untuk “menanggung segala sesuatu dengan tekan dan sabar” (Kol. 1:11).

        Mengapa kualitas ini begitu penting? Karena Allah adalah Allah yang hidup dan berpribadi. Ia berjanji untuk mentransformasikan kehidupan kita agar kita dapat beroleh persekutuan dengan Dia, di mana di dalamnya tercakup pengenalan akan Dia. Dari sudut pandang Paulus, pengenalan berarti hubungan yang bersifat pribadi dengan-Nya dan dengan jalan-Nya. Di dalam pengembaraan kita, kita terkadang tidak mengetahui atau mengerti apa yang sedang Allah kerjakan di saat Ia memimpin kita untuk lebih mengenal-Nya. Pada saat itulah kita perlu mempercayai-Nya sekalipun kita tidak bisa memahami-Nya.

        Yakobus mencoba menerangkan kepada kita tentang apa yang dimaksud dengan percaya (Baca Yak. 5:10-11). Ia mengingatkan kita akan kesabaran, atau mungkin lebih tepat ketekunan Ayub (Karena sesekali Ayub kurang sabar). Mengapa Ayub perlu bertekun? Jawaban Yakobus adalah meski kita yang sudah membaca pasal terakhir kitab Ayub tahu apa yang pada akhirnya disediakan Allah baginya, tetapi Ayub tidak mengetahuinya. Ia harus belajar untuk menunggu kesudahannya, sebelum ia pada akhirnya dapat mengerti maksud dan tujuan Tuhan.

        Apa yang Allah kerjakan dalam kehidupan Ayub? Banyak hal! Akan tetapi, Ia terutama telah membawa Ayub untuk semakin mengenal-Nya, sehingga Ayub berkata:

Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku dudul dalam debu dan abu.  Ayub 42:5-6

Pada mulanya Ayub menyangka bahwa ia sudah cukup mengenal Allah, tetapi sekarang ia sadar bahwa ia telah diberi suatu pengenalan akan Allah dalam suatu dimensi yang benar-benar baru.

        Pelajaran penting apa yang seharusnya kita petik dari kisah Ayub di atas? Apa yang telah ditulis dalam hidup Ayub mengandung prinsip-prinsip yang masih berlaku bagi kita hingga saat ini. Siapa yang rindu untuk mengenal Tuhannya akan berjalan baik dalam terang maupun dalam gelap. Ada bukit yang harus didaki dan  lembah yang harus dituruni! Maksud Allah tidak selalu dapat langsung dimengerti. Untuk belajar mengenal-Nya kita harus belajar untuk menunggu-Nya (Lihat Hab. 2:3). Dan untuk itu dibutuhkan kesabaran dan ketekunan!

 

 

HUKUM KEEMPAT

Pengenalan akan Allah tidak akan pernah dapat dipisahkan dari hidup yang penuh kekudusan.

        Maksud Paulus berdoa supaya jemaat Kolose bertumbuh dalam pengenalan mereka akan Allah ialah supaya hidup mereka layak dihadapan Allah.

        Apakah yang menandai suatu hidup yang layak di hadapan Allah? Agar kita dapat dikatakan senilai dengan “sesuatu” berarti harus ada kesesuaian antara kita dengan “sesuatu” itu. Oleh karena itu, Paulus berdoa agar hidup kita berpadanan dengan sifat-sifat Allah.

        Praktisnya, kesesuaian itu berarti bahwa semua yang telah kita ketahui tentang Allah, yaitu yang kita terima dari firman-Nya dan yang telah kita coba terapkan dalam perjalanan hidup kita, haruslah terpancar dalam kesetiaan kita pada Allah dan dalam integritas hidup kita. Kita harus “dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, Juruselamat kita” (Tit. 2:10). Takkan ada pengenalan yang benar akan Allah, yang tidak memanifestasikan dirinya dalam bentuk kepatuhan kepada firman dan kehendak Allah. Seorang yang ingin mengenal Allah akan tetapi merasa keberatan apabila harus tunduk kepada-Nya, takkan pernah memasuki “Ruang Mahakudus” di mana Allah berkenan menyatakan diri-Nya kepada orang yang tidak berhasrat untuk memuliakan diri-Nya.      

 

Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan:
Dikutip dari https://thisisreformedfaith.wordpress.com